,

BILIK CINTA, ANTARA URGENSI DAN WACANA

oleh -
oleh

MANUSIA sebagai mahluk sosial memiliki berbagai macam kebutuhan dalam menjalani kehidupannya. Manusia tidak mampu hidup sendiri tanpa berhubungan dengan orang lain. Banyak kebutuhan manusia yang bisa dipenuhi secara mandiri, namun banyak juga kebutuhan-kebutuhan manusia yang tidak dapat dipenuhi secara mandiri. Dari pangan, sandang dan papan secara nyata manusia yang satu membutuhkan manusia yang lain. Mulai dari makanan, setiap orang membutuhkan bahan makanan yang disediakan oleh manusia yang lain. Baju yang dipakai oleh seseorang dibuat oleh orang yang mampu membuat sebuah baju. Bahkan rumah yang menjadi hunian kita adalah rumah yang dibuat oleh orang yang mampu membuat rumah.

Kebutuhan yang tidak kalah pentingnya dengan kebutuhan di atas adalah kebutuhan biologis yang sejatinya memang harus mendapat pemenuhan.  Manusia secara normal membutuhkan adanya sebuah sentuhan dari lawan jenis sebagai wujud pemenuhan kebutuhan biologis tersebut. Kegiatan ini tidak melulu kita pandang sebagai aktivitas seksual semata, tapi kegiatan ini juga merupakan sarana untuk menumpahkan rasa kasih sayang dari setiap manusia.

Narapidana sebagai seseorang yang kemerdekaannya dibatasi di Lembaga Pemasyarakatan tentu tidak bisa memenuhi kebutuhan biologisnya sendiri, terutama kebutuhan yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan seksual. Pola prilaku seksualitas narapidana di Lembaga Pemayarakatan banyak mendapatkan perhatian. Pemberitaan yang timbul karena meruaknya isu penyimpangan seksualitas narapidana yang sering kita dapati. Pamudji dalam bukunya mengatakan bahwa kebutuhan yang diperlukan narapidana salah satunya adalah kebutuhan pergaulan dengan lawan jenisnya, bagi yang sudah dewasa (khususnya yang sudah berkeluarga), kebutuhan akan kasih sayang, dan hubungan seksual merupakan kebutuhan dasar yang sangat diperlukan dalam mencapai keseimbangan mental.

Hak-hak narapidan sebenarnya udah diatur di dalam regulasi. Adapun hak-hak Narapidana yang tercantum pada UU no. 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan yaitu: (a) Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya; (b) Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani; (c) Mendapatkan pendidikan dan pengajaran; (d) Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak; (e) Menyampaikan keluhan; (f) Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang; (g) Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan; (h) Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya; (i) Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi); (j) Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga; k. Mendapatkan pembebasan bersyarat; (l) Mendapatkan cuti menjelang bebas; (m) Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku seperti : hak memilih, hak menjadi wali pernikahan, dsb. Pada poin h merupakan salah satu bagian dari pelaksanaan pemenuhan kebutuhan seksual narapidana di Lapas. Ketika tiba hari kunjungan keluarga sejatinya narapidana kebutuhan tersebut dapat sedikit terpenuhi. Sebenarnya ada satu poin yang bisa kita rekomendasikan sebagai solusi narapidana dalam memenuhi kebutuhan seksualnya, yaitu Pasal 14 poin j UU NO. 12 tahun 1995 yaitu Hak Cuti Mengunjungi Keluarga yang syaratnya begitu ketat dan sulit. Dan lagi cuti ini tidak dapat dimintakan setiap waktu jika rasa butuh itu datang.

Menurut penulis perilaku kejahatan dan penyimpangan yang terjadi di dalam lembaga pemasyarakatan tidak terlepas dalam perilaku narapidana dalam memenuhi kebutuhan seksualnya. Sejatinya kita harus paham akan integrasi antara sistem pemasyarakatan yang ada dengan perlindungan HAM yang memang melekat pada diri narapidana sebagai manusia. Hal ini merupakan suatu keharusan dalam konteks peran negara sebagai pemangku kewajiban dalam berbagai instrumen HAM. Perilaku Narapidana tidak terlepas dari kebutuhannya akan seks maka dari itu wajar saja bila perlakuaan-perlakuan yang sedikit menyimpang dilakukan karen mereka tidak bisa berhubungan langsung dengan pasangannya.

Menilik dari apa yang ada di negara bagian California dan New York terdapat conjugal visit yang merupakan sarana keluarga mengunjungi narapidana. Dengan konsep ini narapidana diperbolehkan melakukan aktivitas seksualnya. Harapannya memang dengan adanya pemenuhan kebutuhan seksual dari narapidana, perilaku seks menyimpang dari narapidana dapat diminimalisir. Kemudian kejahatan lain sebagai efek samping dari perilaku seks menyimpang juga dapat dikendalikan.

Tindakan yang perlu kita lakukan setelah adanya hal yang disebutkan di atas, yang pertama adalah reformulasi regulasi yang ada. Dalam hal ini terkait ketentuan Pasal 14 Undang-undang No. 12 Tahun 1995 telah menyebutkan secara rinci apa yang menjadi hak-hak narapidana. Kedua, pembuatan conjugal room atau yang bisa kita sebut bilik cinta merupakan salah satu pilihan yang logis. Pilihan ini dapat mengakomodasi kepentingan narapidana dan keluarganya. Fasilitas ini dalam Lembaga Pemasyarakatan juga merupakan salah satu hak yang diperlukan narapidana sebagai pemeliharaan dan peningkatan hubungan dengan pasangan sahnya, disamping memenuhi hasrat seksualnya dan menghindari penyimpangan seksualitas yang rentan dialami narapidana dalam penjara. Ketiga, pelatihan dan pemahaman kepada parat penegk hukum akan tujuan dari konsep ini. Jangan sampai dengan keberadaan konep ini jutru dapat menimbulkan masalah yang baru. Keempat, perketat sistem keamanan di dalam lingkungan Lembaga Pemasyarakatan, karena dikhawatirkan akan ada perilaku oknum penegak hukum yang memanfaatkan konsep ini untuk kepentingannya pribadinya.(**)

Oleh : NURHAMDAN

(Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan

Pada Lapas Kelas IIA Cibinong)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.