,

Fenomena Tingginya Tingkat Pernikahan Dini di Babel

oleh -
oleh

PERNIKAHAN  seharusnya menghadirkan ketenangan dan rasa cinta kasih diantara masing-masing pasangan. Rumah tangga yang kekal dan harmonis harus diabngun dengan fisik yang dewasa dan rohani yang baik karena telah diikat oleh rasa tanggung jawab yang sempurna. Kasus pernikahan usia muda (Pernikahan Dini) dapat menjadi penghambat pembangunan kualitas manusia Indonesia karena dampaknya berpengaruh terhadap fisik dan psikis serta menimbulkan ancaman gangguan kesehatan, seperti kanker serviks/rahim dan stunting.

Tidak hanya menimbulkan dampak terhadap kesehatan sosial, pernikahan anak juga berpengaruh pada pendidikan, terutama angka putus sekolah serta memperparah angka kemiskinan. Perempuan yang menikah di bawah umur akan kehilangan kesempatan untuk menempuh pendidikan selanjutnya. Pendidikan adalah kunci utama suatu bangsa karena bangsa yang maju mengisyaratkan adanya generasi dan sumber daya manusia yang lebih unggul. Sementara itu, pernikahan usia anak memiliki hubungan dengan tingkat kemiskinan baru, karena anak yang menikah dini biasanya langsung bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Sang suami yang berusia sangat muda harus bekerja menafkahi keluarganya, anak yang telah menjadi ayah dan kepala keluarga itu biasanya mendapatkan pekerjaan kasar dengan gaji kecil. Penghasilan sebagai pekerja anak biasanya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kondisi psikis yang beluh stabil ditambah pula kemiskinan yang terus merongrong yang  membuat pasangan anak sering diterpa perselisihan yang berujung kekerasan dalam rumah tangga hingga berujung perceraian. Cinta yang diahung-agungkan sebelum menikah seolah sirna karena sulitnya memenuhi kebutuhan hidup dan anak yang telah menjadi orang tua tersebut disibukan dengan mengasuh anak. Mereka sangat abai terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak dan bahkan kebanyakan tidak mengambil andil besar dalam pengasuhan anak.

Terlebih ketika terjadi perceraian, resiko penelantaran anak semakin tinggi dan fenomena pernikahan anak ini harus segera dihentikan karena pernikahan anak menimbulkan kekerasan terhadap anak, eksploitasi anak, dan peningkatan jumlah pekerja anak. Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan “Disebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun. Usia diatas 18 tahun telah dapat dikategorikan dewasa. Namun, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) merekomendasikan usia ideal menikah bagi perempuan adalah 21 tahun dan 25 tahun bagi laki-laki.

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menjadi salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki angka tinggi terkait pernikahan usia muda (Pernikahan Dini). Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik, angka pernikahan dini di Bangka Belitung pada 2019 sebanyak 15,48% (persen) atau urutan ke 11 dari 34 Provinsi. Kemudian pada 2020 berada di angka 14,05% (Persen) dan pada 2021 turun menjadi 9,23% (Persen). Sementara, data Dinas Pemberdayaan Perlindungan Perempuan Anak Catatan Sipil dan Keluarga Berencana (DP3ACSKB) Bangka Belitung tercatat jumlah kasus perkawinan anak selama 2021 sebanyak 563 orang, tersebar di Kabupaten Belitung, Belitung Timur, Bangka, Bangka Barat, Bangka Selatan, Bangka Tengah, dan Kota Pangkalpinang. Angka itu menunjukkan turun dibandingkan dengan tahun 2020 yang mencapai 932.

DP3AP2KB Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mencatat kasus perkawinan anak di bawah umur tertinggi di Belitung dan Belitung Timur, sehingga memerlukan upaya bersama untuk menekan pernikahan kasus ini. Perkawinan anak dibawah umur tidak hanya akan berdampak terhadap tingginya angka perceraian, stunting, kematian ibu dan anak, tetapi juga berdampak terhadap peningkatan angka kemiskinan dan ketertiban masyarakat. Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung bersama instansi lainnya, termasuk pemerintah desa terus mengedukasi masyarakat, khususnya orang tua untuk tidak memperbolehkan anaknya melakukan pernikahan di usia muda (Pernikahan dini)

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyebutkan bahwa pernikahan anak adalah salah satu ancaman bagi terpenuhinya hak-hak dasar anak. Pernikahan dini disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah perempuan yang sudah hamil terlebih dahulu dan faktor dorongan dari orang tua yang menginginkan anak mereka segera menikah karena telah memiliki pacar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan perguruan tinggi terkemuka di Indonesia, ada empat masalah yang melatarbelakangi kehamilan anak yang akhirnya mendorong pernikahan dini.

Faktor itu adalah kesulitan ekonomi, sehingga anak mengalami pola pengasuhan kurang baik, anak tidak mendapat dukungan positif dari keluarga dan lingkungan sekitar, tidak memiliki kemampuan menimbang resiko kehamilan, dan anak memandang perkawinan sebagai cara menikmati usia remaja. Pencegahan pernikahan usia dini membuthkan sinergitas dari banyak pihak dan melibatkan multisektor, semua pihak harus bahu membahu dalam ikut menangani masalah pernikahan dini. Orang tua perlu mendapatkan informasi dan edukasi agar tidak menikahkan anak pada usia dini hanya karena merasa khawatir anaknya akan menajdi perawan tua. Orang tua harus berpikir terbuka serta mendorong anak-anak untuk melakukan kegiatan positif dan mengukir prestasi.

Lembaga pendidikan harus lebih gencar menginformasikan kepada anak-anak tentang bahasa pergaulan bebas dan kalngan anak sebaiknya dibekali pendidikan seks sejak dini agar mengenal kesehatan reproduksi. Banyak program pemerintah terkait pencegahan pernikahan dini dan program tersebut wajib mendapatkan dukungan dari masyarakat dengan meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Jika ada indikasi atau gejala terjadinya pernikahan anak, sedini mungkin kita mengingatkan kepada orang tua atau anak tersebut.

Oleh: Rizkiya Saadatul Husna

Mahasiswi Universitas Bangka Belitung

Fakultas Hukum Semester 3

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.