Oleh : Rudi Sahwani (Pemimpin Redaksi)
REDAKSI memulai editorial ini dengan mengutip apa yang diucapkan oleh Yanto alias Acun, Kepala Cabang PT. Pulomas Sentosa. Pernyataan ini dimuat oleh beberapa media online yang aktif menyoroti permasalahan buntunya muara Air Kantung Sungailiat, pasca dilucutinya ijin lingkungan PT. Pulomas oleh Gubernur Babel, Erzaldi Rosman pada Oktober 2021 lalu. Beragam respon muncul, khususnya dari mereka yang disebut-sebut sebagai nelayan. Ada kelompok nelayan yang mendukung langkah Gubernur Babel tersebut, ada pula pihak yang menyatakan blunder atas langkah pencabutan ijin lingkungan yang membuat PT. Pulomas harus berhenti mengeruk pasir di kawasan yang masuk wilayah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) tersebut.
Seperti yang diungkapkan oleh Yanto alias Acun selaku perwakilan PT. Pulomas, tak semudah membalik telapak tangan. Mungkin harus disepakati bersama. Bayangkan, PT. Pulomas yang sudah eksis mengeruk pasir di kawasan tersebut dalam hitungan dekade, pun masih mengaku tidak senudah membalik telapak tangan. Ini artinya menjadi pekerjaan berat bagi TNI AL melalui Primer Koperasi Angkatan Laut (Primkopal) untuk menyelesaikan tugas yang diminta langsung oleh Gubernur Babel dalam diskresinya. Berkaca dari Pulomas yang sudah menggali pasir dalam jutaan kubikasi saja mengaku pekerjaan tersebut tidak semudah membalik telapak tangan. Bahkan pekerjaan yang dilakoni oleh PT. Pulomas dalam 11 tahun tersebut hanya butuh waktu beberapa hari untuk mengembalikan kondisi sepert sediakala. Ada pun yang mampu dibuktikan oleh PT. Pulomas tak lebih dari dua gunung pasir yang saat ini menjadi ancaman memblokade mulut muara Air Kantung.
Sebenarnya, salah satu pertanyaan nya adalah apa progress dari PT. Pulomas dalam 11 tahun mengeruk pasir di muara tersebut. Karena jika dilihat dari kubikasi berjumlah jutaan meter kubik, semestinya terlihat progress hari ini. Salah satunya proses pendangkalan mulut muara tersebut juga tidak semudah membalik telapak tangan. Karena begitu kontras durasi pekerjaan yang dilakukan 11 tahun dengan kembali nya kondisi seperti semula yang hanya dalam waktu begitu singkat. Sangat tidak sebanding. Namun Yanto alias Acun beralasan bahwa berbagai kendala dari faktor alam maupun sarana dan prasarana lainnya menjadi pemicu tak pernah tuntasnya pekerjaan pengerukan tersebut.
Kembali ke TNI AL yang dalam hal ini Primkopal, sebagai institusi yang tunjuk dan dipercaya Gubernur Babel untuk dapat menyelesaikan permasalahan awal di Muara Air Kantung tersebut. Secara resmi bisa dibilang keberadaan TNI AL di muara Air Kantung tersebut baru hitungan minggu. Namun suara-suara sumbang dalam upaya badan usaha TNI AL tersebut membuat solusi terus bermunculan. Padahal yang mereka upayakan baru hitungan 2 pekan. Sementara yang sudah belasan tahun saja mengakui bahwa tidak mudah membuat muara tersebut kembali normal. Jadi mesti dipahami bahwa selayaknya diberikan waktu untuk TNI AL melalui Primkopal untuk menyelesaikan tugasnya. Danlanal Babel Kol (P) Laut. Fajar Hernawan dalam penyataannya sudah meminta dukungan masyarakat agar pihaknya segera dapat menyelesaikan masalah muara yang menghambat hajat para nelayan Air Kantung Sungailiat tersebut.
Terkait ditunjuknya TNI AL melalui Primkopal tersebut, jelas bahwa Undang Undang no 43 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) Bagian Ketiga, Pasal 7 angka 2 huruf (b) poin 9 menyebutkan bahwa tugas pokok TNI selain operasi militer selain perang, yaitu untuk “membantu tugas pemerintah di daerah.” Jadi jelas lah bahwa tidak ada yang salah dengan andil TNI AL dalam upaya menciptakan solusi yang saat ini dibutuhkan para nelayan untuk kapalnya melintasi mulut muara di Air Kantung.
Terkait pencabutan ijin PT. Pulomas, sejak awal sudah ditekankan bahwa permasalahan lingkungan yang menjadi pertimbangan utama. Bahwa fakta di lapangan PT. Pulomas gagal menyelesaikan perintah sanksi administrativ paksaan yang diberikan oleh DLH Provinsi Babel. Padahal cukup banyak waktu yang diberikan kepada Pulomas untuk menyelesaikan apa yang menjadi PR bagi mereka. Andai saja Pulomas mampu menyelesaikan apa yang diperintahkan oleh DLH dalam sanksi administrative paksaan nya maka tak mungkin terjadi eksekusi.
Baik itu Gubernur Babel, maupun DLH tidak sekali-kali mencampuri apa yang menjadi otoritas pemerintah kabupaten. Akan tetapi pemerintah provinsi mengambil bagian yang memang menjadi bagiannya. Penerbitan ijin Surat Ijin Kerja Keruk (SIKK) merupakan kewenangan Kabupaten. Akan tetapi menerbitan ijin lingkungan merupakan bagian dari provinsi. Sehingga tidak terjadi lintas sektoral terkait keputusan pencabutan ijin lingkungan PT. Pulomas. Tak hanya itu, PT. Pulomas semestinya memiliki 90 Sebagaimana tertuang dalam Surat Nomor: 188.4/1097/DLH/2020 Tentang Penerapan Sanksi Administratif Paksaan. Bahkan waktu tersebut sempat mendapatkan perpanjangan hingga akhirnya harus diambil keputusan mencabut ijin lingkungannya.
Redaksi terus memantau perkembangan atau progress dari diskresi yang diambil oleh Gubernur Babel. Terkait langkah-langkah awal yang akan diambil TNI AL melalui Primkopal. Termasuk kemungkinan apakah Primkopal mampu menjawab dengan solusi apa yang menjadi permasalahan muara Air Kantung. Karena ini menyangkut hajat hidup ribuan nelayan dan ratusan kapalnya yang tergantung dengan mulut muara dan alur pelayarannya. Yang pasti seperti kata Yanto alias Acun, “tidak semudah membalik telapak tangan.”(*)