,

Satgas Penanganan PMK Nasional Ingatkan Sulbar Agar Tidak Lengah

oleh -
oleh

BIN, MAMUJU – Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) Nasional mengingatkan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat agar tidak lengah dengan penyakit mulut dan kuku yang masih melanda beberapa wilayah di Tanah Air.

Dalam Rapat Koordinasi Monitoring dan Evaluasi Penanganan Penyakit Mulut dan Kuku di Provinsi Sulawesi Barat, Jumat (28/10), Sekretaris Utama (Sestama) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selaku Koordinator Kesekretariatan Satgas Penanganan PMK Nasional, Lilik Kurniawan mengatakan bahwa meski wilayah Provinsi Sulawesi Barat saat ini tidak ada laporan kasus aktif atau zero reported case, namun bukan berarti kemudian aman dari ancaman. Lilik mengatakan, potensi penularan masih bisa terjadi dari wilayah lain dan penyebarannya sangat cepat.

“Walaupun kita sudah bebas, sudah zero reported case, tidak ada kasus, tetapi kalau ada satu kabupaten/kota yang ada kasus, ini mengancam wilayah yang lain. Karena penularan penyakit PMK ini demikian cepat,” ujar Lilik.

Demi mengantisipasi adanya potensi penularan itu, maka Lilik Kurniawan meminta agar seluruh wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Barat secara bersama-sama dapat lebih pro-aktif dalam memitigasi dan mencegah terjadinya penularan. Sebab, wilayah kabupaten/kota tersebut menjadi ujung tombak khususnya di wilayah yang berbatasan dengan provinsi lain.

“Tidak akan mungkin dilakukan hanya oleh provinsi. Sehingga kami berharap kabupaten/kota yang menjadi ujung tombak dari penanganan penyakit PMK ini dapat pro-aktif, dapat bekerja lebih keras lagi,” kata Lilik.

Adapun kehadiran Satgas Penanganan PMK Nasional ke wilayah Provinsi Sulawesi Barat sesuai arahan dari Kepala BNPB selaku Ketua Satgas Penanganan PMK Letjen TNI Suharyanto untuk membantu daerah agar dapat menjaga wilayah dari penularan penyakit PMK. Kemudian apabila kemudian ada kasus, maka segera dapat ditangani dengan baik.

“Ini mejadi atensi dari Kepala BNPB selaku Ketua Satgas. Sulawesi Barat menjadi 1 dari 26 provinsi yang memiliki catatan terkait dengan kasus PMK di Indonesia, walaupun apabila dibandingkan dengan wilayah yang lain, Sulbar ini termasuk kecil,” ungkap Lilik.

Pada kesempatan itu, Lilik juga mengapresiasi seluruh jajaran Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat dan satgas daerah yang telah bersinergi dalam menangani penyakit PMK hingga dinyatakan tidak ada kasus lagi. Namun Lilik kembali menggaris bawahi agar beberapa kemudian jangan sampai ada lagi muncul kasus baru.

“Kami mengapresiasi apa yang sudah dilakukan pemerintah daerah dan satgas Sulawesi Barat yang telah bahu-membahu untuk mengurangi tingkat kasus PMK yang ada di kabupaten/kota,” ungkap Lilik.

“Ini belum berakhir. Kita akan lihat dalam beberapa hari ke depan jangan sampai muncul lagi kasus-kasus di Sulawesi Barat,” imbuhnya.

Belajar dari Kalimantan Timur

Penularan penyakit PMK di wilayah Sulawesi Barat menurut data Satgas Penanganan PMK Nasional berlaku naik-turun. Artinya kendati kemunculan kasus dapat ditangani hingga tuntas, namun beberapa waktu kemudian muncul kembali.

Penyakit PMK di Sulawesi Barat terdeteksi pertama kali pada tanggal 1 Agustus 2022 di Kabupaten Mamasa. Pada saat itu ada 10 kerbau teridentifikasi terjangkit penyakit PMK. Kemudian pada tanggal 6 Agustus 2022 ada enam ekor kerbau di Kabupaten Mamasa terjangkit penyakit PMK.

Seiring berjalannya waktu, pada tanggal 16 Oktober 2022 ada laporan bahwa empat ekor sapi terjangkit penyakit PMK di Kabupaten Polewali Mandar. Kemudian pada tanggal 21 Oktober 2022 ada tujuh sapi di Polewali Mandar bergejala penyakit PMK.

Fenomena yang terjadi di Sulawesi Barat menurut Lilik hampir sama dengan Provinsi Kalimantan Timur. Penyakit PMK di wilayah yang dijuluki ‘Benua Etam’ itu pertama kali ditemukan pada tanggal 29 Juli 2022. Sejak saat itu, hingga 27 hari Forkopimda setempat bekerja keras menanggulangi penyakit PMK. Kalimantan Timur kemudian menyatakan tidak ada lagi ditemukan kasus pada tanggal 24 Agustus 2022.

Selang 18 hari kemudian, atau tepatnya pada 11 September 2022 gelombang kedua penyakit PMK kembali mencuat. Selanjutnya pada tanggal 27 September 2022, penyakit PMK berhasil ditaklukan kembali, namun selang 12 hari kemudian atau pada tanggal 12 Oktober 2022 ditemukan kasus baru lagi, hingga akhirnya pada 15 Oktober 2022 kembali dinyatakan zero reported case.

“Kalimantan Timur ini pernah mengalami zero reported case. Tapi beberapa hari kemudian naik lagi, turun lagi, lalu naik lagi,” jelas Lilik.

Guna mencegah dan meminimalisir potensi penularan, maka Lilik meminta kepada Pemerintah Sulawesi Barat untuk tetap melaksanakan strategi utama penanganan penyakit PMK, mulai dari biosecurity, testing, pengobatan, vaksinasi dan potong bersyarat.

Di samping itu, kekuatan di daerah tentunya harus digalang bersama untuk meringankan pekerjaan dalam pengendalian penyakit PMK. Dalam hal ini, seluruh unsur harus aktif terlibat untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

“Strategi utama penanganan PMK ini kita jalankan. Kedua adalah dukungan dari semua pihak yang harus bersatu untuk mendapatkan hasil yang maksimal,” tandas Lilik.

Pelaksanaan Lima Strategi Penanganan PMK di Sulbar

Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi tim Satgas Penanganan PMK terhadap penanganan penyakit PMK di Sulawesi Barat per Sabtu (29/10) didapatkan data bahwa jumlah populasi hewan ternak rentan PMK ada sebanyak 496.530 ekor dengan total yang sudah divaksin sebanyak 9.561 ekor atau baru 1,9 persen dari total populasi.

Dosis vaksinasi sendiri telah didistribusikan sebanyak 50 ribu dosis dengan total yang telah direalisasikan 9.851 dosis atau 19 persen dari distribusi.

Kasus penyakit PMK sejak ditemukan pertama kali pada 1 Agustus 2022 hingga hari ini sudah ada 26 ekor. Adapun untuk pengobatan, distribusi dosis obat yang telah didistribusi ada sebanyak 4.180 dosis dan realisasi pengobatan ada 1.503 ekor.

Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat juga telah menerapkan biosecurity di delapan pelabuhan resmi dan 1 bandara berupa footmats disinfektan. Di samping itu penerapan checking point juga dilakukan di perbatasan Mamuju.

Selanjutnya untuk potong bersyarat, Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat mengalami kendala bahwa harga kerbau yang terinfeksi di Mamasa lebih dari 50 juta rupiah, sehingga masyarakat enggan dipotong bersyarat. Solusi saat ini masih dilakukan pendekatan oleh Satgas Daerah untuk penanganan kasus. Sementara itu yang telah melakukan potong bersyarat ada tujuh ekor dengan realisasi bantuan nol persen.

Berikutnya untuk testing, laboratorium terdekat yang dapat melakukan pengujian sesuai SE 6 Satgas BBKP Makassar dan SKP Kelas I Pare Pare. Adapun laboratorium yang dapat melakukan testing belum masuk dalam Kepmentan 560 dan SE 6 Satgas: BBVET Maros. Dalam hal ini, total sampel pengujian yang akan dilakukan oleh BVET Maros ada sebanyak 2.918 sampel untuk tujuan surveilans dan monitoring pre dan pascavaksinasi.

 

Abdul Muhari, Ph.D.
Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.