BIN, BANGKA-Ssatu dosen Fakultas Hukum Univeritas Bangka Belitung Ndaru Satrio, S.H., M.H. diminta memberikan materi yang bertajuk Pendidikan Anti Korupsi. Acara ini dibuka dengan sambutan dari Kepala Sekolah SMP Islam Terpadu Daarul Abror, Bapak Imam Syubani, S.Pd.I. Moderator dalam acara ini adalah beliau Bapak Imam Syubani, S.Pd.I sendiri.
Acara ini dilaksanakan secara offline di Majid Pondok Modern Daarul Abror yang pastinya tetap mematuhi protokol kesehatan yang berlaku. Peserta yang hadir di ruangan sekitar kurang lebih 600 peserta. Peserta tersebut adalah santri putra dari Pondok Modern Daarul Abror. Menarik disimak bahwa peserta sangat antusias mengikuti acara ini, ini terbukti bahwa sampai akhir acara peserta masih setia dengan penjelasan yang disampaikan oleh narasumber Ndaru Satrio, S.H., M.H. Narasumber menjelaskan bahwa unsur penggerak dalam menumbuhkan perilaku anti korupsi adalah adanya sikap yang harus ditumbuhkan dalam perilaku sehari-hari. Beberapa sikap tersebut adalah (1) jujur, (2) Diiplin, (3) Tanggung jawab, (4) Sederhana, (5) Kerja keras, (6) Mandiri, (7) Adil, (8) Peduli, (9) Berani. Sikap ini tidak serta merta muncul, namun butuh latihan dan kesabaran untuk menumbuhkannya. Dari hasil latihan ini diharapkan dapat menjadi sebuah kebiasaan. Dari kebiasaan terebut diharapkan sikap yang disebutkan di atas dapat menjadi karakter dari santri-santri yang hadir.
Dikusi ini diwarnai dengan beberapa pertanyaan. Pertanyaan tersebut antara lain seperti upaya apa yang dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulngi bahaya korupsi? Yang selanjutnya seputar mengapa hukuman koruptor cenderung lebih ringan dibandingkan dengan penjahat yang lain? Pertanyaan tersebut dijawab oleh narasumber. Terkait upaya yang harus diambil untuk menanggulangi bahaya korupsi, narasumber menjawabnya dengan mendasarkan pada sebuah teori yang bernama teori sistem hukum milik Lawrance Friedman. Pemerintah harus memperhatikan tiga unsur yang ada, diantaranya adalah substansi, struktur, dan kultur. Pemerintah harus melihat apakah regulasi terkait korupsi sudah cukup mampu dijadikan pedoman untuk membrangus tindak pidana korupsi? Yang kedua bagaimana keberadaan aparat penegak hukumnya? Apakah dapat diandalkan untuk menjalankan hukum yang ada? Yang ketiga adalah bagaimana budaya hukum di masyarakat?apakah sudah baik atau belum. Jika pemnerintah dapat menjlnkan ketiganya secara baik, naraumber meyakini bahwa tidak pidan dapat ditekan seminimal mungkin. Terkait mengapa koruptor hukumannya cenderung lebih ringan narasumber menjawabnya dengan seksama. Secara prinsip disparitas atau perbedaan putusan hakim tidak dapat kita nafikan. Yang memang menjadi perhatian adalah mengapa hukuman koruptor seringkali tidak memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat. Pekerjaan Rumah tersendiri bagi penentu sebuah kebijakan terakhir agar lebih berani alam memberikan putusan yang benar-benar memberikan efek jera sekaligus memberikan rasa keadilan masyarakat. Hukuman yang diberikan hendaknya dapat menjadikan pelaku tindak pidana korupsi jera dan dapat dijadikan pelajaran bagi khalayak banyak agar tidak melakukan perbuatan yang serupa.
Diskusi yang cukup menarik ini pada akhirnya harus diakhiri. Berakhirnya acara ini memunculkan semangat baru pada segenap peserta diskusi. Adapun sari yang dapat diambil dari diskusi ini adalah “Sikap anti korupsi sejatinya memerlukan sebuah pembelajaran, sehingga karakter anti korupsi akan segera muncul dan dapat menjadi benteng bagi setiap orang”. Pada akhirnya cara tersebut harus segera diakhiri, segenap unsur yang terkait mengucapkan terima kasih atas atensi dan perhatian dari khalayak atas terselenggaranya acara ini. Semoga kegiatan yang serupa dapat terus digalakan untuk terus menciptakan karakter anti korupsi pada segenap generasi muda. (don)