,

Cara Cerdas Mencegah Pelecehan Seksual Anak di Masa Pandemi Covid-19

oleh -
oleh

PADA era COVID-19 sekarang, banyak sekali  beredar berita tentang pelecehan seksual muncul di masyarakat terutama yang terjadi terhadap anak-anak yang masih di bawah umur. Contoh kasus yang baru baru ini terjadi di daerah Bangka Selatan, tertanggal selasa/4 januari 2022. Pada pembukaan tahun 2022 ini penulis mengangkat kasus yang menimpa seorang siswi SD Negeri tepatnya di Air Gegas  yang dilecehkan oleh guru silatnya didalam ruangan kelas waktu sekitar 14:00 WIB, mulai terungkapnya seketika orang tua korban mengetahui  ada bekas kemerahan yang berada di leher korban, dan benar saja ternyata anaknya telah mengalami pelecehan.

Dalam contoh kasus tersebut pelaku di jerat kurungan paling lama 15 Tahun beserta denda paling banyak 5 Miliyar. Demikian juga dikenakan ancaman yang sama terhadap kekerasan seksual. Atas perbuatannya tersebut pelaku dikenakan pasal 82 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah perubahan ke dua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Mendengar berita tentang pelecehan seksual tentunya sudah tak asing lagi di dengar terutama di lingkungan yang rentan  misalnya pada daerah padat penduduk. Dimana dalam kehidupan masyarakat pelecehan seksual merupakan sudah tergolong dalam penyakit yang sudah tak bisa di hilangkan, karena perbuatan tersebut sudah menjadi kebiasaan serta mendarah daging. Mengenai maksud dari pelecehan seksual merupakan hal-hal yang dilakukan oleh orang dewasa atau pedofilia  terhadap anak-anak di bawah umur dengan tujuan untuk memuaskan nafsu pelaku tersebut, dengan kata lain bisa berbentuk tindakan seksual, fornografi, ataupun pencabulan.

Kebanyakan yang melakukan pelecehan seksual terhadap anak tersebut merupakan orang yang di kenal korban ataupun masih ada ikatan darah dengan si korban. Mengupdate kasus pelecehan seksual sudah lebih dari 6.500 kasus tentang pelecehan seksual terhadap anak telah tercatat oleh pemerintah sepanjang tahun 2021, serta khususnya pada provinsi Bangka Belitung sendiri tercatat 64 lebih kasus pada tahun 2021 sampai dengan tahun 2022, keterkaitan dengan pandemi covid-19 merupakan hal yang sangat di yakini karena pada masa sekarang anak-anak lebih banyak menggunakan media sosial seperti handphone serta berbagai fitur aplikasi sehingga memudahkan bagi para pelaku untuk melancarkan niat busuknya.

Atas kasus pelecehan diatas, penulis menganalisis tentang apa akibat yang akan dialami bagi korban dan pelaku. Dari korbannya sendiri sudah tentu akan mengalami trauma yang mendalam dimana korban tidak bisa berkutik karena ia hanya memiliki dua pilihan yaitu menuruti kehendak para pelaku atau jika tidak nyawa merekalah yang akan melayang. Pada akhirnya berdampak juga dibagian pemerintahan apabila pelecehan seksual tersebut berujung dengan hamil diluar nikah yaitu dimana angka perkawinan dan kelahiran akan meningkat drastis begitu juga dengan seorang bayi yang sudah di lahirkan maka diwajibkan untuk membuat data otentik berupa akta kelahiran di kantor pencataan sipil, gunanya untuk mempermudah segala urusan dimasa yang akan mendatang serta anak tersebut akan mendapatkan perlindungan hukum yang bersifat tetap dan mengikat.

Begitu juga dengan si pelaku harus bisa mempertanggung jawabkan atas apa yang telah ia perbuat dan menerima konsekuensi yang akan terjadi, dalam konteks ini ada peraturan hukum yang mengaturnya mengenai perlindungan hukum yang harus dilakukan tercantum pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, yang singkatnya perlindungan anak merupakan suatu kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak serta hak-haknya untuk tetap hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan ketentuan harkat dan mertabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (pasal 1 butir 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002). penggantian dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Pasal 76D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan ancaman kekerasan ataupun kekerasan yang memaksa anak untuk melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Dalam Kasus pelecehan seksual tentunya si pelaku sudah mempersiapkan apa yang harus dilakukannya terhadap korban, biasanya para pelaku melakukan dua motif yang sudah biasa dilakukannya seperti membujuk korban dengan cara di iming-imingi dengan sejumlah uang ataupun dengan cara paksaan untuk memenuhi nafsu bejatnya si pelaku. Lalu pertanyaannya mengapa dari sebagian korban tersebut tidak mau memberitahukan atas pelecehan yang sudah dialaminya? Menurut penulis banyak faktor yang berkaitan dengan hal tersebut terutamanya karena dengan adanya ancaman dari si pelaku, perasaan malu yang timbul karena adanya kejadian tersebut, adanya rasa trauma yang kemudian si korban hanya memilih untuk diam dan membungkam apa yang sebenarnya terjadi atas dirinya serta korban takut di intimidasi oleh orang-orang yang berada di lingkungan sekitarnya.

 

Dalam kajian ini penulis tidak menyalahkan pihak pelaku ataupun pihak korban karena dengan adanya kejadian tersebut akan membuat kesadaran kita tumbuh atas sesama manusia, dan tentunya mereka juga perlu dukungan penuh untuk melalui masa suramnya. Seperti jika engkau tergores oleh kuku yang tajam, maka potonglah kukunya bukan jarinya. Konteksnya sama seperti pelaku  diatas jika seseorang dinyatakan bersalah atas suatu perbuatannya maka yang harus di hilangkan adalah sifat buruknya bukan menghilangkan orangnya. Namun dengan beriringan dengan sanksi hukum yang di berikan harus ada rehabilitasi ataupun bimbingan moral  beserta dengan arahan yang berbentuk pembinaan sosialisasi kepada pelaku ataupun pada masyarakat banyak, gunanya untuk mengantisipasi hal tersebut di lakukan lagi.

Begitu juga dengan si korban, bagaikan intan berlian yang sudah jatuh di kotoran, maka langkah yang harus kita lakukan adalah mencuci bersih kotorannya dari intan berlian tersebut dan kemudian akan berkilau bersih kembali. Konteksnya sama seperti korban tersebut langkah yang harus dilakukan adalah memberikan perlindungan hukum, harus memberikan semangat kepada korban dan hindari perkataan bullying, serta peran orang tua sangat penting bagi si korban sebagai tempat pertama yang melindunginya.

Lalu bagaimanasih mencegah pelecehan seksual terhadap anak? karena logikanya seorang anak yang masih belum cukup umur belum bisa memikirkan secara spontan atas  apa yang diperbuatnya tersebut benar atau tidaknya. Berikut ini ada beberapa tips yang bisa dilakukan orang tua untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual terhadap anak yaitu dengan membicarakan kepada anak tentang bagian-bagin tubuh serta kegunaan dan dampaknya jika ada beberapa bagian tubuh yang bersifat pribadi, menjaga komunikasi antara anak dan orang tua, memberitahukan kepada anak bahwa tidak boleh melakukan hal senonoh seperti memotret bagian-bagian tubuh tertentu, bekali anak mulai dari sejak dini dengan ilmu bela diri ataupun cara-cara yang bisa menyelamatkannya dari situasi bahaya, harus selalu waspada terhadap siapapun, jangan mau di sentuh dari siapapun terutama di bagian-bagian tertentu, jangan memarahi anak ketika mereka memberitahukan sesuatu hal supaya anak merasa aman, menanamkan nilai agama sejak dini serta orang tua harus selalu memantau keberadaan anaknya.

Oleh :FRATIWI

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG (FH UBB)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.